RADAR PALEMBANG – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menolak tegas rencana pemerintah mau berikan tunjangan kepada wartawan bersertifkat kompeten karena dapat menghilangkan independensi dan kemerdekaan pers.
Sebelum pemerintah mengusulkan akan memberikan tujungan bagi wartawan kompeten. Seorang wartawan dapat di katakan berkompeten setelah dia lulus Uji Kompetisi Wartawan (UKW) dan mendapatkan sertifikat. Levelnya ada tiga tingkatan yaitu, wartawan muda, wartawan madya dan wartawan utama.
Untuk mempertegas penolakan itu, Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari, dan Ketua Dewan Kehormatan Ilham Bintang menggelar rapat khusus di Kantor PWI Pusat, Jumat, 01 Juli 2022 siang.
BACA JUGA:Deklarasi Relawan Ganjar di Sumsel Masif, Sudah Tingkatkan Elektabilitas? Begini Kata Pengamat
Ilham Bintang berpendapat, rencana pemberian tunjangan kepada wartawan berkompeten dari pemerintah adalah keliru dan sekarang menjadi isu liar.
“UU Pers No 40/1999 jelas jelas menyebutkan fungsi pers dan wartawan melakukan kontrol sosial. Kode Etik Jurnalistik pun tegas-tegas melarang wartawan menerima sesuatu apapun dari sumber berita,” tegas Ilham.
Jadi, sambung Ilham, wartawan yang menerima tunjangan pemerintah merupakan pelanggaran berat dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ)
‘’Bagaimana fungsi kontrol bisa jalan pemerintah beri tunjangan atau gaji untuk wartawan berkompeten. Sementara kerja wartawan itu untuk mengontrol pemerintah,’’tegasnya.
BACA JUGA:Rachman Djalili , Mantan Wali Kota Prabumulih Meninggal Dunia, Ridho Yahya: Masyarakat Berduka
Rapat DK-PWI menilai usulan wartawan yang telah lulus ujian kompetensi mendapat tunjangan pemerintah terlontar dari segelintir wartawan yang sesat pikir.
Usulan itu jelas bertentangan dengan tuntutan dasar profesi wartawan yang harus bersikap independen.
Membantu Program
Namun Atal S Depari mengatakan, bantuan pemerintah baik di Pusat maupun di daerah, dapat terus dilanjutkan dalam upaya pengembangan institusi pers secara keseluruhan.
Namun bantuan itu hendaknya diwujudkan dalam bentuk program, seperti uji kompetensi wartawan, pendidikan wartawan dan sebagainya.
“Jadi yang dibantu institusi bukan personal wartawan,” tegasnya.
Dalam rapat tersebut memang terungkap beban berat lembaga pers akhir akhir ini terutama akibat pandemi Covid-19 lebih dua tahun terakhir.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 memang menegaskan pers juga lembaga ekonomi yang harus mampu menghidupi dan menjaga kesejahteraan wartawan.
Namun dalam pelaksanaan fungsi ekonomi itu, fungsi pers yang pada hakikatnya merupakan salah satu instrumen demokrasi harus terus dijaga independensinya.
Ruh profesi ada di sana. Bantuan kepada Pers bisa dalam bentuk pengurangan pajak atau program kemitraan lain.
BACA JUGA:Dewan Rekomendasikan Holywings Palembang Ditutup Permanen, Respon Dari Tuntutan Ulama
Terkait dengan usulan gaji atau tunjangan bagi wartawan kompeten, Tri Agung Kristanto yang juga anggota Dewan Pers menyatakan sikap pihaknya pada posisi menolak terhadap semua hal yang berpotensi mengurangi independensi profesi wartawan.
Meskipun tugas pengembangan lembaga Pers tetap harus dilakukan bersama oleh seluruh komponen bangsa.
Rapat yang dihadiri Sekretaris DK Sasongko Tedjo, anggota Tri Agung Kristanto yang juga anggota Dewan Pers, Asro Kamal Rokan, Rajapane dan Nasihin itu juga menyoroti program program internal organisasi PWI yang belum terlaksana. Karena kendala pandemi seperti sosialisasi PD PRT, Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku Wartawan.
Dalam rapat Atal menjanjikan memprioritaskan sosialisasi seluruh produk kongres PWI Solo 2018 segera dilaksanakan tahun ini, termasuk Rapat Kerja Nasional (Rakernas PWI).
”Kalau ada hal yang perlu diperbaiki atau direvisi nanti dibahas pada Kongres PWI tahun 2023,” kata Atal.
Hari itu rapat juga memutuskan mengangkat wartawan senior Dimam Abror sebagai anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat menggantikan posisi Suryopratomo yang mengundurkan diri. Karena mendapatkan tugas negara sebagai Duta Besar RI untuk Singapura beberapa waktu lalu. (*)