RADAR PALEMBANG – Nadiem Makarim Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi/ Mendikbudristek revitalitasi bahasa daerah yang terancam punah karena penuturnya terus berkurang.
Kemendikbudristek mencatat revitalisasi bahasa daerah menyasar setidak 25 bahasa yang sebelum dipakai di Indonesia dan kini terancam punah.
25 Bahasa daerah itu, terancam punahnya puluhan bahasa daerah itu lantaran semua penuturnya berusia 20 tahun ke atas dan jumlahnya sangat sedikit.
Parahnya generasi di sana tidak lagi berbicara bahasa daerah yang sudah terancam punah itu kepada anak-anak atau hanya berbicara dengan usia sebayanya.
BACA JUGA:Jokowi-Zelensky Bertemu di Kota Kyiv Ukraina, Mereka Bicara Dampak Perang
Beberapa bahasa daerah yang terancam punah antara lain bahasa Hulung, Bobat, Samasuru yang berasal dari Maluku.
Kemudian bahasa Mander, Namia, Usku, Dubu, Irarutu, Podena, Makiew, Bku, Mansim Borai yang berasal dari Papua, dan bahasa Ponosokan serta Sangihe Talaud dari Sulawesi Utara.
Lalu bahasa Konjo dari Sulawesi Selatan, bahasa Bajau Tungkai Satu dari Jambi, bahasa Lematang dari Sumatera Selatan, bahasa Minahasa dan bahasa Gorontalo Dialeg Suwawa yang berasal dari Gorontalo.
Selain itu, bahasa Nedebang dan bahasa Adang dari Nusa Tenggara Timur (NTT), bahasa Benggaulu dari Sulawesi Barat, bahasa Arguni dan Kalabra dari Papua Barat.
BACA JUGA:Pemkot Pagaralam Tingkatkan Akses Jalan dan Jembatan Sepanjang 548,25 Km
Demi upayakan pelestarian bahasa daerah di tengah anak muda dan masyarakat, Menteri Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Anwar Makarim, meluncurkan program revitalisasi bahasa daerah.
Program yang diluncurkan bertujuan menyadarkan masyarakat akan pentingnya bahasa daerah sebagai identitas dan kekayaan bangsa, juga sebagai langkah pencegahan agar bahasa daerah tidak punah dan dapat kembali dipergunakan masyarakat.
“Kalau tidak digunakan ya otomatis akan hilang di generasi berikutnya,” kata Nadiem Makarim dalam peluncuran virtual Merdeka Belajar Episode 17 bertema “Revitalisasi Bahasa Daerah,”
Pada tahun 2022 ini, jumlah bahasa daerah yang akan menjadi objek revitalisasi mencapai 38 bahasa daerah yang tersebar di 12 provinsi, di antaranya bahasa Sentani di Papua, bahasa Toraja di Sulawesi Selatan, Bahasa Sasak di Nusa Tenggara Barat, bahasa Batak dialek Angkola di Sumatra Utara.
"Sasaran dari program itu mencakup 1,5 juta siswa di 15.000 sekolah serta 29.000 guru dan 17.000 kepala sekolah, termasuk 1.491 komunitas tutur yang turut terlibat dalam penyusunan model pembelajaran bahasa daerah dan perumusan muatan lokal kebahasaan dan kesastraan," tuturnya.
Nadiem Makarim menjelaskan, Kemendikbudristek merancang tiga model revitalisasi yang disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Bila daya hidup bahasanya masih aman dengan jumlah penutur masih banyak dan masih digunakan sebagai bahasa yang dominan di dalam masyarakat maka pewarisan dilakukan secara terstruktur melalui pembelajaran di sekolah atau berbasis sekolah.
“Dan untuk model di mana bahasanya resiko punah itu sangat tinggi, jumlah penutur itu sangat sedikit, pendekatan kita adalah melalui komunitas dan juga pembelajaran yang menunjuk dua atau lebih keluarga sebagai model tempat belajar,” pungkasnya. (yui)